Beranda/Blog/Mutiara di Pembuangan Akhir

Mutiara di Pembuangan Akhir

Pasti Angkut / 9 November 2022
Mutiara di Pembuangan Akhir | Pasti Angkut

Membicarakan sampah memang tak ada habisnya. Selama populasi manusia masih ada, sampah akan tetap menjadi bagian dari kehidupan. Sampah adalah produk peradaban yang tak bisa dipisahkan. Namun, di balik adanya sampah itu, kita tidak boleh menihilkan peran orang-orang yang berkecimpung di pengolahan sampah.

Mereka adalah para transporter. Istilah transporter merujuk pada kata dalam Bahasa Inggris yang memiliki arti pengangkut. Transporter dapat diartikan sebagai orang atau tim yang mengangkut sampah dari rumah. Sampah yang diambil oleh transporter dikirim ke tempat pengolahan sampah.

Keberadaan transporter selama ini mungkin kita anggap sebagai tukang penjemput atau pengambil sampah belaka. Padahal, para transporter bisa kita tempatkan pada orang-orang yang bekerja seperti seorang pahlawan. Eksistensinya dalam mengurus sampah dari setiap rumah ke rumah begitu sentral.

Apa jadinya ketika mereka telat atau berhenti mengambil sampah di setiap rumah warga? Sampah menumpuk itulah yang terjadi.

Relasi transporter dengan lingkungan memang begitu dekat dan intim. Setiap hari mereka bekerja dan berkutat dengan sampah demi menjaga kebersihan lingkungan.

Sampah yang mereka angkut sangat beragam. Mulai dari jenis organik dan anorganik. Bahkan, kumpulan residu pun tak jarang ditemui.

Sudah seyogianya kita menerapkan perilaku pemilahan sampah dari rumah. Pemilahan sampah tersebut menjadi sesuatu yang penting. Selain memudahkan saat pengambilan, sampah-sampah pun tidak tercampur dan tidak perlu ada pemilahan ulang oleh para transporter.

Dengan melakukan perilaku memilah sampah dari rumah, kita bisa turut berperan aktif dalam membantu para transporter. Mereka pun tidak bekerja dua kali saat penjemputan sampah dari setiap rumah.

Reinigingsdienst

Transporter tak hanya ada pada masa kini saja. Eksistensi transporter sudah ada sejak masa pemerintahan kolonial Hindia Belanda. Hal tersebut bisa dilihat pada perkembangan kota-kota besar abad ke-19 sampai awal abad ke-20 di Jawa.

Seperti di Surabaya misalnya. Kota Pahlawan tersebut dalam perkembangannya pada awal abad ke-20 tak lepas dari keberadaan para transporter yang mengangkut sampah di setiap sudut kota.

Keberadaan transporter di Surabaya bisa dilihat sejak dibentuknya lembaga kebersihan bernama Reinigingsdienst pada 1916. Nur Lailatun Ni’mah dan Ikhsan Rosyid Mujahidul Anwari dalam jurnal Jurnal Kesejarahan, Vol. 11 No. 2, Desember 2017 bertajuk “Reinigingsdienst: Tata Kelola Sampah dan Fungsinya di Kota Surabaya Tahun 1916-1940” menjelaskan tentang peran lembaga kebersihan itu.

Reinigingsdienst berada di bawah naungan pemerintah kolonial Hindia Belanda. Tugas utama mereka adalah melakukan pengumpulan sampah yang sebagian besar ada di rumah dan pasar. Sampah yang mereka ambil kemudian dibuang ke pembuangan akhir.

Selain itu, peran Reinigingsdienst pada waktu itu tak hanya berkutat pada pengangkutan sampah saja. Mereka juga turut serta melakukan pembersihan jalan raya, selokan, dan gorong-gorong.

Dibentuknya lembaga kebersihan tersebut tidak lain adalah siasat pemerintah dalam mencegah adanya ancaman wabah penyakit seperti pes, kolera, tifus, malaria, dan lain-lain.

Masih merujuk pada sumber yang sama, bahwa keberadaan Reinigingsdienst telah memberi dampak positif terhadap pencegahan beberapa penyakit tersebut.

Manusia dan Lingkungan

Dalam Pidato Kebudayaan Dewan Kesenian Jakarta 2018, Luh Gede Saraswati Putri atau lebih akrab dikenal Saras Dewi mengatakan tentang tiga unsur kehidupan yang saling terikat. Tiga unsur kehidupan itu adalah Pawongan (manusia), Palemahan (alam), dan Parahyangan (Tuhan).

Tiga unsur kehidupan tersebut dikenal dengan istilah Tri Hita Karana. Tri memiliki arti tiga. Hita memiliki arti kebahagiaan. Sedangkan Karana adalah penyebab. Dapat diartikan bahwa Tri Hita Karana adalah tiga sebab terbentuknya kebahagiaan.

Maka, sangat penting dalam menjaga relasi ketiganya itu. Supaya kehidupan yang harmonis dan bahagia bisa tercipta, manusia hidup harus saling terikat satu sama lain. Relasi manusia dengan manusia, relasi manusia dengan alam, dan relasi manusia dengan Tuhan.

Dosen filsafat Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia itu memaparkan dengan apik pidato kebudayaannya. Perempuan kelahiran Bali tersebut memiliki perhatian khusus pada kajian filsafat lingkungan. Perhatiannya terhadap relasi manusia dengan alam begitu khas.

Relasi manusia dengan alam tentu ada di mana saja, karena sejatinya manusia adalah bagian dari alam. Seperti halnya eksistensi transporter yang mempunyai relasi kedekatan dengan sampah adalah representasi bagaimana Palemahan bisa tercipta. Para transporter selalu berkutat dengan sampah yang menjadi wujud lingkungan itu sendiri.

Lalu, bagaimana jika orang-orang yang berkecimpung dalam pekerjaan semacam transporter ini kita tempatkan sebagai seorang pahlawan?

Di bulan November ini momennya sangat tepat. Bulannya para pahlawan. Perayaan hari pahlawan tentu bisa dimaknai tidak sekadar penghormatan simbolik saja.

Lebih dari itu, kita bisa menera pahlawan pada sosok seperti transporter dan orang-orang yang peduli dengan lingkungan. Perannya dalam menjaga lingkungan tak bisa diabaikan. Mereka adalah mutiara di pembuangan akhir. Tabik!

_______________

*Pasti Angkut/Nardi

Bagikan

mail