Beranda/Blog/Mengenal Pengolahan Sampah Tradisional ala Desa

Mengenal Pengolahan Sampah Tradisional ala Desa

Pasti Angkut / 13 November 2022
Mengenal Pengolahan Sampah Tradisional ala Desa | Pasti Angkut

Pengolahan sampah oleh Kelompok Usaha Pengelola Sampah (KUPAS) Desa Panggungharjo adalah siasat menghindari dan tidak ikut meakukan penumpukan sampah di TPST Piyungan. Pengolahan sampah tersebut adalah sebuah bentuk kemandirian yang ada di tingkat desa.

Panggungharjo dahulu merupakan desa agraris. Namun, seiring dengan perkembangan zaman, terjadi perubahan menjadi masyarakat urban. Hal tesebut adalah adanya dampak dari wilayah demografis Panggungharjo yang berbatasan langsung dengan Kota Yogyakarta. 

Saat ini masyarakat Panggungharjo mayoritas bekerja di sektor perdagangan dan jasa. Sektor tersebut menjadi dominan akibat beberapa pengaruh, seperti adanya kampus serta pondok pesantren adalah salah satu contohnya. Masyarakat Panggungharo mayoritas banyak yang berdagang di sektor makanan. Selain itu, dari sektor jasa terlihat seperti maraknya penyewaan jasa kos-kosan atau kontrakan. 

Sementara itu, masyarakat yang bekerja di sektor agraris hanya sekitar 22 persen dari total penduduk Panggungharjo. Keberadaan sektor agraris tersebut bisa dilihat di wilayah bagian selatan desa. Di mana kawasan tersebut bisa dikatakan sebagai penopang produksi padi Panggungharjo. 

Adanya kecenderungan latar belakang jenis pekerjaan menyebabkan beragam permasalahan sosial yang ada di desa. Salah satu yang paling utama adalah permasalahan sampah. Sampah menjadi problem yang merata di setiap tempat, dan ada di seluruh wilayah padukuhan di Panggungharjo. 

Permasalahan sampah yang ada di Panggungharjo sudah terjadi sejak lama. Perubahan karakteristik masyarakat desa yang awalnya agraris menjadi masyarakat desa berkarakter urban membawa dampak ihwal sampah.  

Sampah yang harusnya bisa diselesaikan tiap rumah tangga, kini tidak lagi bisa. Keberadaan sampah yang tidak bisa terurai dari setiap rumah menjadikan permasalahan baru, yakni tempat pembuangan sampah yang tidak terkelola. 

Peluruhan

Adanya pengolahan sampah yang dilakukan Desa Panggungharjo adalah salah satu representasi bagaimana sampah dikelola dengan serius. Pengolahan sampah yang dilembagakan dan dikelola dengan mesin modern tersebut bisa diolah sampai purna. 

Namun, sebelum pemerintah Desa Panggungharjo melakukan pengolahan sampah, masyarakat desa seyogianya bisa mengolah sampah mereka sendiri. Masyarakat desa secara tradisional sudah memanfaatkan adanya peluruhan

Peluruhan merupakan tempat pengolahan sampah yang ada di masyarakat desa, terutama di Jawa. Konsep peluruhan sebenarnya hampir sampa seperti Tempat Pembuangan Akhir. Namun, yang membedakan adalah skalanya lebih kecil. Peluruhan biasa ada pada setiap rumah warga desa. 

Istilah peluruhan jika diartikan dalam Bahasa Indonesia memiliki arti membusuk. Dalam hal ini, masyarakat desa memanfaatkan peluruhan sebagai tempat membusukkan sampah.  

Peluruhan biasanya ada di pekarangan setiap rumah, lebih tepatnya ada di halaman belakang. Ketika sampah sudah dikumpulkan di peluruhan, maka tinggal menunggu pembusukan saja. Selain dengan cara pembusukan, sampah yang ada di peluruhan juga dibakar. 

Pembakaran yang ada di peluruhan telah menandakan sebuah proses penguraian sampah secara tradisional pada masyarakat desa. Selain itu, hasil dari pembusukan dan pembakaran digunakan sebagai kompos tanaman sawah. Adanya sawah juga menjadi faktor sentral mengapa peluruhan harus ada. 

Mayarakat desa yang bekerja sebagai petani membutuhkan adanya kompos. Kompos tersebut sangat bermanfaat. Selain hemat biaya, pemanfaatan kompos sangat bagus buat meningkatkan jumlah mikroba dan pembentukan struktur tanah. 

Konsep peluruhan yang ada di desa adalah representasi bagaimana sampah bisa terurai dan dimanfaatkan kembali. Mulai dari hulu sampai hilir terkelola dengan baik. 

Namun, semua berubah sejak adanya plastik. Masyarakat desa pun tak terkecuali, dampak plastik juga dirasakan. Akhirnya, jenis sampah yang dihasilkan setiap rumah pun semakin beragam. Mulai dari yang awalnya organik, kemudian anorganik, bahkan residu. 

Salah satu dampak negatifnya adalah sampah plastik di desa ini tidak mudah diurai oleh peluruhan. Meskipun dibakar, maka akan menghasilkan logam berat dan bahan kimia beracun seperti dioksin. 

Sampah yang ada di peluruhan pun harus dilakukan pemilahan. Sebab, jika tidak dipilah, maka kompos yang akan dibawa ke sawah akan bermasalah. Residu dan sampah-sampah anorganik pun bercampur jadi satu. 

Keberadaan plastik sangat berdampak pada sirkulasi penguraian sampah. Peluruhan yang awalnya berfungsi untuk membusukkan sampah organik, akhirnya juga digunakan untuk membakar sampah plastik.  

Adanya peluruhan sebagai sistem pengolahan sampah tradisional setidaknya telah menjadi saksi bisu pergeseran budaya masyarakat desa dalam mengelola sampah.  


*Pasti Angkut/Nardi

Bagikan

mail